Menyusuri Alun-Alun Bandung: Kembali Ke Masa Kecil Saat Diajak Ibu Membeli Sepatu
Pernah tidak, kamu kembali teringat akan sebuah memori saat menyusuri sebuah jalan, atau ketika melihat sebuah bangunan yang dulu pernah kamu lewati berkali-kali, atau ketika menghidu sebuah aroma khas yang selalu menguar dari satu toko yang sama.
Hari ini, aku merasakannya, lebih rinci ya lagi adalah ketika aku berhenti secara impulsif ke alun-alun Kota Bandung bersama dengan temanku selepas membeli kado pernikahan untuk teman kami yang lain. Temanku meminta untuk mampir ke sebuah toko sepatu, untuk membeli sepatu tentunya. aku hanya diam di sebuah kursi tunggu, sambil sesekali mengiyakan ketika ia meminta saran, juga sambil melihat-lihat sekeliling toko.
Karena bukan sebuah bangunan permanen yang berdiri sendiri, beberapa pertanyaan muncul di benakku, seperti kapan toko ini dibuka? Bagaimana keadaan tempat ini sebelum toko sepatu ini muncul? Kalau sudah ditutup, apakah sepatu-sepatu aman di toko ini? Karena, bahkan dindingnya tidak terlihat kokoh.
Aku mencari objek lain untuk diamati, saat kemudian seorang ibu berusia sekitar 50 tahunan bersama dengan anak perempuannya yang kelihatan masih duduk di bangku SD dan seorang kakak laki-laki yang aku tebak berusia sekitar 15–17 tahun. Mereka bertiga memasuki toko, berencana membeli sepatu baru untuk si adik. Selepasnya, adegan memilih sepatu dan sebagainya berlanjut.
Saat melihat keseluruhan adegan itu, aku teringat akan masa kecil saat diajak ibu membeli sepatu. Aku tidak besar di Bandung, melainkan di sebuah kota kecil di Sumatera Selatan. Mall paling besar saat itu mungkin hanya sebesar Borma atau Griya di Bandung. Maka, ketika tiba masanya kenaikan kelas, ibu akan mengajakku ke toko-toko di pasar untuk mencari sepatu baru. Biasanya, kami tidak hanya masuk ke dalam satu toko saja, beberapa toko kami jelajahi untuk menemukan sepatu yang tepat, entah dari modelnya, warnanya, kenyamanannya sampai harganya.
sepanas apapun matahari, sepengap apapun toko yang didatangi, tidak membuatku lelah atau kehilangan semangat, karena aku tahu balasan dari rasa panas dan kaki pegal ini adalah sebuah sepatu baru yang nyaman dan elok.
Setelah mendapatkan sepatu yang bagus itu, ibu akan menawariku makan, dan aku tentu akan menganggukkan kepala dengan bersemangat, walaupun tidak tahu harus makan apa. Tapi tidak mengapa, karena ibu pasti sudah tahu ke warung makan mana kami akan singgah. Biasanya kalau tidak bakso/mie ayam, pasti model (kesukaanku).
Memori itu lewat hanya sekelebat saat itu. menyadarkanku juga sebagai seorang perantau di Bandung, bahwa ternyata Bandung enggak hanya sekedar PVJ, BIP atau TSM yang dipenuhi para anak muda dan sosialita, tetapi ada juga Alun-Alun Bandung, Pasar Baru, The Kings yang menjadi tempat nyaman bagi para ibu-ibu untuk mengajak anaknya mencari barang-barang yang mereka butuhkan.
Ternyata, memori itu pemantiknya bisa dari mana saja, bahkan sebuah momen dari orang lain yang bahkan aku tidak tahu itu siapa, bisa mengingatkanku dengan sebuah memori masa kecil yang menyenangkan untuk diingat, dan sedikit menyedihkan juga karena sekarang ibu sedang tidak berada di dekatku, karena aku sedang merantau saat ini.
ps; aku menangis saat menulis ini. Ada masa ketika aku benar-benar rindu dan ingin kembali ke masa-masa kecil yang polos dan menyenangkan.
cr. photo: Unsplash.com/laurent_Peignault
Komentar
Posting Komentar